Minggu, 08 April 2012

TUGAS SURVEILANS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Penyakit menular adalah Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu atau oleh produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi, dari binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui vector atau melalui lingkungan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%). Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung menyebar ke Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insiden rate mencapai 13,45% per 100.000 penduduk. Keadaan ini erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi.
Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue karena virus penyebab dan nyamuk penularnya tersebar luas baik di rumah maupun tempat-tempat umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. pada saat ini seluruh populasi Indonesia sudah terjangkit penyakit ini baik di kota maupun di desa terutama yang padat penduduknya dan arus transportasinya lancar. Menurut laporan Ditjen PPM dan PLP penyakit ini telah tersebar di 27 propinsi Indonesia. Dari 300 Kabupaten di 27 propinsi pada tahun 1989 (awal Pelita V) tercatat angka kejadian sebesar 6,9 % dan pada akhir pelita V meningkat menjadi 9,2 %. Pada kurun waktu yang sama angka kematian tercatat sebesar 4,5 %.Berdasarkan data P2B2, jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2010 ada 150.000 kasus.
Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia. Cara yang tepat guna untuk menanggulangi penyakit ini secara tuntas adalah memberantas vektor/nyamuk penular. Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila dapat dukungan oleh sistem surveilans yang efektif, karena fungsi sistem surveilans yang utama adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi proritas pembangunan.

1.2         Tujuan Penulisan
Agar mahasiwa/i dapat mengetahui :
1.2.1        Epidemiologi Penyakit DBD
1.2.2        Pelaksanaan Surveilans DBD
1.      Definisi Kasus
2.      Sumber Data Surveilans DBD
3.      Presentasi dan Analisa Data
4.      Kegunaan Data Surveilans

1.3         Manfaat Penulisan
Agar mahasiwa/i dapat memahami :
1.3.1        Epidemiologi Penyakit DBD
1.3.2        Pelaksanaan Surveilans DBD
1.        Definisi Kasus
2.        Sumber Data Surveilans DBD
3.        Presentasi dan Analisa Data
4.        Kegunaan Data Surveilans


BAB II
PEDOMAN SURVEILANS DBD


2.1.    Epidemiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD dapat menyerang semua umur/orang. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita penyakit DBD pada orang dewasa.
2.1.1   Penyebab
Penyebab penyakit ini adalah virus dengue yang sampai sekarang dikenal ada 4 tipe (tipe 1, 2, 3dan 4), termasuk dalam group B Anthropod Borne Virus (Arbovirus), keempat virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe-3 merupakan serotype virus yang dominant yang menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah dengue diperkirakan ≤ 7 hari.

2.1.2   Penularan
Penularan penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang hidup di kebun. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Orang yang kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam dengue atau demam yang ringan dengan tanda/gejala yang tidak spesipik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali (Asimtomatis). Penderita demam dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari tanpa pengobatan. Tetapi apabila orang sebelumnya sudah pernah kemasukan virus dengue, kemudian kemasukan virus dengue dengan virus tipe lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam berdarah dengue (Teori Infeksi Sekunder).

2.1.3 Tanda dan Gejala Penyakit
1.       Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat.
2.       Tanda-Tanda Pendarahan
Sebab pendarahan pada penderita penyakit DBD ialah:
a.            Trombositopeni
b.           Gangguan fungsi trombosit
Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat berupa:
- Uji Tourniquet (Rumple Leede) positif
Uji Torniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai ”presumtif test” (dugaan keras) oleh karena Uji Torniquet positif pada hari-hari pertama demam ditemukan pada sebagian besar penderita penyakit DBD. Namum uji Torniquet positif juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demamchikungunyah) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fosa cubiti).      
-  Petechiae, Purpura, Echymosis dan perdarahan conjunctiva.
- (Petechiae sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk  membedakannya: regangkan kulit, jika hilang maka bukan petheciae). Petechiae merupakan tanda perdarahan yang tersering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pula perdarahan subkonjunctiva atau hematuri.
-  Hematemesis, melena.
-  Hematuria.
3.       Hepatomegali (Pembesaran Hati)
Sifat pembesaran hati
a.       Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit.
b.      Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit.
c.       Nyeri tekan sering kali ini ditemukan tanpa disrtai ikterus.
Pembesaran hati mungkin disebabkan strain serotipe virus dengue.
4.       Renjatan (Shock)
Tanda-tanda renjatan
a.    Kulit terasa dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki,
b.    Penderita menjadi gelisah.
c.  Sianosis disekitar mulut.
d.                         Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.
e.  Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang).
f.  Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau  kurang).
Sebab renjatan:
a.    Karena perdarahan atau
b.    Karena kebocoran plasma ke darah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak.
5.       Trombositopeni
a.    Jumlah trombosit di bawah 150.000/mm3 biasanya ditemukan diantara heri ketiga samapi ke tujuh sakit.
b.    Pemeriksaan trombosit dilakukan minimal dua kali. Pertama pada waktu  pasien masuk dan apabila normal diulangi pada hari kelima sakit. Bila perlu diulangi lagi pada hari ke 6-7 sakit.
6.       Hemokonsentrasi
Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang peka terhadap akan terjadinya renjatan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan berulang secara periodik.
7.       Gejala Klinik lain
a.    Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita penyakit DBD ialah anoreaksi, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.
b.    Pada beberapa kasus terjadinya kejang disertai hiperpireksia dan penurunan kesadaran sehingga sering di diagnosa sebagai ensefalitis.
c.    Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan.

2.1.4 Patofisiologi
       Patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit ialah:
1.             Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
2.             Menurunnya volume plasma darah
3.             Terjadinya hipotensi
4.             Trombositopeni
5.              Diatesis hemoragik

Penyelidikan autopsi 100 penderita penyakit DBD yang meninggal membuktikan terdapat kerusakan umum sistem vaskuler akibat peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap protein plasma dan efusi pada ruang serosa, di daerah peritoneal, pleural dan perikardia.
Pada kasus berat pengurangan volume dapat mencapai 30% atau lebih. Menghilangnya plasma melalui endotelium ditandai oleh pengkatan nilai hematokrit mengakibatkan keadaan hipovolemik dan menimbulkan renjatan. Renjatan yang ditanggulangi secara tidak adekuat menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Kerusakan dinding pembuluh darah bersifat sementara oleh karena itu dengan pemberian cairan yang cukup, renjatan dapat diatasi dengan cepat dan efusi pleura setelah beberapa hari akan menghilang.
Sebab lain kematian DBD ialah perdarahan hebat pada saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi.
Patogenesa perdarahan pada penyakit DBD telah diselidiki secara intensif yaitu disebabkan trombositopeni hebat dan gangguan fungsi trombosit di samping difisiensi ringan atau sedang dari faktor I, II, V, VII, IX dan X dan faktor kapiler. Penyelidikan mendalam mengenai jumlah trombosit Fibrina Degration Produc (FDP), morfologi eritrosit dan penyelidikan post mortem membuktikan bahwa DIC mempunyai peranan dalam terjadinya perdarahan penyakit DBD, tetapi bukan penyebab utama.
            Pada otopsi ditemukan perdarahan di lambung, usus halus, subendokard, kulit, subkapsular hepar, paru, dan jaringan lunak. Di samping itu didapatkan peningkatan daya fatogenesis dan proliferasi sistem retikuloendotelial. Kelainan hepar secara patologi anatomi sesuai dengan kelainan dari yellow Feber.
            Penyelidikan terakhir membuktikan bahwa kompleks dan aktipasi sitem komplemen memegang peranan penying dalam patogenesa penyakit DBD/DSS. Kompleks imun telah ditemukan pada penderita antara hari ke-5 dan ke-7 sakit, saat terserang renjatan terjadi. Produksi aktifitas komplemen yaitu C3a dan C5a yang mempunyai sifat anafilatoksin dianggap sebagai penyebab kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah.



2.1.5  Diagnosa Penyakit DBD
Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:
1.             Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
2.             Tanda perdarahan dan/atau
3.             Pembesaran hati
4.             Thrombositopeni (150.000/mm3 atau kurang)
5.             Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit selama dalam perawatan.
Dengan patokan ini, 87% penderita yang tersangka penyakit DBD ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan dengan pemeriksaan serologi).

2.1.6   Diferential Diagnosa
  1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri atau virus, seperti demam thypoid, campak, influenza dan sebagainya. Pada hari ketiga sampai hari keempat demam, tanda-tanda penyakit DBD biasanya lebih jelas karena tanda perdarahan dan hepatomegali semakin nyata. Demikian pula trombositopeni, pada umumnya baru mulai ditemukan pada hari ketiga sakit.
  2. Penyakit DBD harus dibedakan dengan penyakit Demam chikungunya (DC). Pada Demam Chikungunya mirip dengan penyakit influenza. Bila dibandingkan dengan penyakit DBD, Demam Chikungunya memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:
·         Serangan demam lebih mendadak
·         Masa demam lebih pendek
·         Suhu lebih tinggi
·         Ruam maculopapuler, infeksi conjunctiva dan nyeri sendi lebih sering dijumpai
·         Persentase uji tourniquet positif, petechiae dan epistaxis hampir sama dengan penyakit BDB
·         Tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan renjatan.
  1. Perdarahan seperti petechiae dan echymosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus.
·         Pada sepsis anak dari semula kelihatan sakit berat, demam naik turun,
·         Dan ditemukan tanda-tanda infeksi seperti bronchopneumania, hepatitis, neftritis, dll. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
·         Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meninggal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
  1. Pada idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) juga didapat perdarahan dibawah kulit yang kadang-kadang, disertai demam. Pada hari-hari pertama, diagnosa IPT sulit dibedakan dan hemokonsentrasi tidak pernah ditemukan.
  2. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia stadium lanjut dan anemia aplastik stadium lanjut.
·         Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar-kelenjar limfa dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosa leukemia.
·         Pada anemia aplastik anak sangat anemik. Demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, eritrosit dan trombosit berkurang).

2.1.7  Prognose Penyakit
            Prognose penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tergolong. Sebaliknya pasien yang keadaan umumnya sangat buruk dengan pengobatan yang adekuat dapat tergolong.

2.1.8  Pengobatan
            Pengobatan yang spesifik DBD belum ada. Dasar pengobatan penderita penyakit DBD simptomatis adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma.


2.2.    Pelaksanaan Surveilans DBD
2.2.1  Justifikasi
Penyakit DBD merupakan vektor-born disease dan potensial terjadi KLB, program penanggulangan dilakukan oleh unit program P2B bersama program terkait. Surveilans DBD terutama ditujukan untuk deteksi KLB dan monitoring program penanggulangan.
Setiap letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dilakukan penyelidikan epidemiologi dan pemutusan penularan serta pengambilan dan pemeriksaan spesimen.

2.2.2  Definisi Kasus
Kriteria klinis DBD:
DBD ditandai dengan gejala awal demam yang mendadak serta timbulnya tanda dan gejala klinis yang tidak khas. Terdapat kecenderungan diatesis hemoragik dan resiko terjadi syok yang dapat berakibat kematian. Hemostatis yang abnormal dan kebocoran plasma adalah perubahan patofisologis yang paling mencolok, disertai trombositoplania dan hemokonsentrasi merupakan temuan yang selalu ada.
1.             Kasus Suspek
Demam Dengue: memiliki dua atau lebih tanda-tanda berikut ini:
a.                   Demam medadak dengan sakit kepala bagian dahi (prontal)
b.                  Nyeri belakang mata
c.                   Nyeri otot dan sendi
d.                  Timbul rash/kemerahan

DHF
Kasus dengan demam tinggi mendadak dalam jangka waktu 2-7 hari dengan satu atau lebih gejala berikut ini:
  1. Tes torniquet positif
  2. Perdarahan di bawah kulit( Petechiae, Encymoses, Purpura, perdarahan di sekitar tempat penyuntikan)
  3. Perdarahan pada mukosa (Hematemisis, Melena)
  4. Pembesaran hati

DSS
Kasus dengan gejala DHF disertai tanda-tanda adanya shock (tekanan nadi ≤ 20 mm/hg, dingin, kulit basah).

2.             Kasus Tersangka (Probable)
Demam dengue adalah suspeck kasus yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus pasti dan untuk:
DHF: kasus dengan hitung jenis thrombocyt ≤ 100-000/mm3,
DSS: kasus dengan kenaikan hematocrit 25% atau lebih.


3.             Kasus Pasti (Konfirmasi Laboratorium)
adalah kasus dengan gejala di bawah ini:
  1. Kenaikan titer 4 kali kadar antibodi IgH
  2. Ditemukan IgM (pada KLB)
  3. Dapat Isolasi virus dengue dari serum atau spesimen otopsi
4.             Klasifikasi Daerah (desa) Rawan DBD
Desa Rawan I (endemis) yaitu desa yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD.
Desa Rawan II (sporadis) yaitu dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD.
Desa Rawan III (potensial) yaitu dalam 3 tahun tidak ada kasus, tetapi berpenduduk padat, transpormasi rawan dan ditemukan jentik ≥ 5%. Desa bebas yaitu desa yang tidak pernah ada kasus.

2.2.3  Sumber Data Surveilans DBD
1.       Rumah Sakit
Laporan morbiditas dan mortalitas bulanan penderita rawat inap dan rawat jalan laporan rumah sakit melalui Laporan RL2a dan RL2b yang dirangkum pada data system surveilans terpadu penyakit (SSTP) Kabupaten/Kota Provinsi.
2.       Puskesmas
Laporan morbiditas puskesmas melalui laporan SP2TP atau SP3 atau SIMPUS yang datanya dirangkum dalam data Sistem Surveilans Terpadu Penyakit (SSTP) kabupaten/Kota atau Provinnsi, arau laporan puskesmas sentinel bagi Kabupaten/Kota dan Surveilans Provinsi, serta laporan W1 (24 jam) bila ada indikasi KLB. Laporan bulan program dengan Form K. DBD di Puskesmas dan tingkat Kabupaten/Kota.
3.       Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Belum semua Balai Laboratorium Kesehatan pusat/daerah dapat melakukan pemeriksaan tetapi data hasil pemeriksaan laboratorium perlu dimanfaatkan dalam analisa surveilans.
4.             Data Kegiatan Program
Laporan pelaksanaan Fogging dari Form K. DBD dan angka jentik berkala (ABJ) hasil kegiatan PJB yang dilakukan surveilans kabupaten/kota.

2.2.4  Presentasi dan Analisa Data
1.       Grafik   : Kasus DBD menurut umur, waktu bulan/tahun dan klasifikasi    
  diagnose DBD.
2.       Tabel      : Kasus dan kematian DBD menurut umur dan klasifikasi diagnose
   untuk meningkatkan manajemen kasus.
  Insiden rate per area geografis kasus.
3.       Map       : Insiden Rate/100.000 populasi menurut area geografis.
                          Klasifikasi daerah rawan DBD.

2.2.5  Kegunaan Data Surveilans Untuk Manajemen
Kegunaan informasi epidemiologi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai berikut:
1.             Monitoring Case FatalityRate untuk meningkatkan manajemen kasus di RS.
2.             Monitor insiden rate untuk menilai dampak program.
3.             Dapat mendeteksi KLB agar dapat melakukan segera tindakan penanggulangan.
4.             Informasi insidens rate menurut umur, geografis untuk mengetahui daerah rawan DBD.
5.             Penyelidikan epidemiologi KLB akan mengetahui epidemiologi dan mengetahui faktor penyebab terjadi KLB agar tidak terulang kembali.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1     Kesimpulan
Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh pnyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD dapat menyerang semua umur/orang. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam decade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita penyakit DBD pada orang dewasa.

3.2     Saran
1.        Diharapkan individu, kelompok dan masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang sehat hingga terbebas dari penyakit DBD.
2.        Diharapkan agar mampu melindungi diri dari penularan penyakit DBD.
3.        Diharapkan kepada masyarakat agar menyadari dan memahami sejak dini betapa besarnya dampak dari penyakit DBD.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar