BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit menular adalah Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu atau oleh
produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang
diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi, dari
binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui
vector atau melalui lingkungan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue
merupakan salah satu penyakit menular berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam
waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan
di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di
Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan tahun 1968 di Surabaya dengan
jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%). Selanjutnya sejak
saat itu penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung menyebar ke Indonesia dan
mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insiden rate mencapai 13,45% per
100.000 penduduk. Keadaan ini erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas
penduduk dan sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi.
Seluruh wilayah Indonesia mempunyai
resiko untuk terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue karena virus penyebab
dan nyamuk penularnya tersebar luas baik di rumah maupun tempat-tempat umum,
kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. pada
saat ini seluruh populasi Indonesia sudah terjangkit penyakit ini baik di kota
maupun di desa terutama yang padat penduduknya dan arus transportasinya lancar.
Menurut laporan Ditjen PPM dan PLP penyakit ini telah tersebar di 27 propinsi
Indonesia. Dari 300 Kabupaten di 27 propinsi pada tahun 1989 (awal Pelita V)
tercatat angka kejadian sebesar 6,9 % dan pada akhir pelita V meningkat menjadi
9,2 %. Pada kurun waktu yang sama angka kematian tercatat sebesar 4,5 %.Berdasarkan data P2B2, jumlah kasus
DBD di Indonesia tahun 2010 ada 150.000 kasus.
Sebagaimana
diketahui bahwa sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk
mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia. Cara yang tepat guna
untuk menanggulangi penyakit ini secara tuntas adalah memberantas vektor/nyamuk
penular. Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila
dapat dukungan oleh sistem surveilans yang efektif, karena fungsi sistem
surveilans yang utama adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka
terhadap perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberantasan
penyakit yang menjadi proritas pembangunan.
1.2
Tujuan Penulisan
Agar mahasiwa/i dapat mengetahui :
1.2.1
Epidemiologi
Penyakit DBD
1.2.2
Pelaksanaan
Surveilans DBD
1. Definisi Kasus
2. Sumber Data Surveilans DBD
3. Presentasi dan Analisa Data
4. Kegunaan Data Surveilans
1.3
Manfaat Penulisan
Agar mahasiwa/i dapat memahami :
1.3.1
Epidemiologi
Penyakit DBD
1.3.2
Pelaksanaan
Surveilans DBD
1.
Definisi
Kasus
2.
Sumber Data
Surveilans DBD
3.
Presentasi
dan Analisa Data
4.
Kegunaan Data
Surveilans
BAB II
PEDOMAN SURVEILANS DBD
2.1. Epidemiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD dapat
menyerang semua umur/orang. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang
anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan
kenaikan proporsi penderita penyakit DBD pada orang dewasa.
2.1.1
Penyebab
Penyebab penyakit ini adalah virus dengue yang sampai sekarang dikenal ada 4
tipe (tipe 1, 2, 3dan 4), termasuk dalam group B Anthropod Borne Virus
(Arbovirus), keempat virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe-3 merupakan serotype virus yang dominant
yang menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah dengue
diperkirakan ≤ 7 hari.
2.1.2
Penularan
Penularan penyakit demam berdarah dengue umumnya
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang hidup di
kebun. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di
tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Orang yang
kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam
dengue atau demam yang ringan dengan tanda/gejala yang tidak spesipik atau bahkan tidak
memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali (Asimtomatis). Penderita demam
dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari tanpa pengobatan. Tetapi
apabila orang sebelumnya sudah pernah kemasukan virus dengue, kemudian
kemasukan virus dengue dengan virus tipe lain maka orang tersebut dapat
terserang penyakit demam berdarah dengue (Teori Infeksi Sekunder).
2.1.3 Tanda dan Gejala Penyakit
1. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus
berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat.
2. Tanda-Tanda Pendarahan
Sebab pendarahan pada
penderita penyakit DBD ialah:
a.
Trombositopeni
b.
Gangguan
fungsi trombosit
Perdarahan ini terjadi di
semua organ. Bentuk perdarahan dapat berupa:
- Uji Tourniquet (Rumple
Leede) positif
Uji Torniquet positif sebagai
tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai ”presumtif test” (dugaan keras)
oleh karena Uji Torniquet positif pada hari-hari pertama demam ditemukan pada
sebagian besar penderita penyakit DBD. Namum uji Torniquet positif juga
dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demamchikungunyah) di lengan bawah
bagian depan (volar) dekat lipat siku (fosa cubiti).
- Petechiae, Purpura, Echymosis dan perdarahan
conjunctiva.
- (Petechiae
sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya: regangkan kulit, jika hilang
maka bukan petheciae). Petechiae merupakan tanda perdarahan yang tersering
ditemukan. Tanda ini dapat muncul pula perdarahan subkonjunctiva atau hematuri.
- Hematemesis, melena.
- Hematuria.
3. Hepatomegali (Pembesaran Hati)
Sifat pembesaran hati
a. Pembesaran hati pada umumnya dapat
ditemukan pada permulaan penyakit.
b. Pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit.
c. Nyeri tekan sering kali ini ditemukan
tanpa disrtai ikterus.
Pembesaran hati mungkin disebabkan
strain serotipe virus dengue.
4. Renjatan (Shock)
Tanda-tanda renjatan
a. Kulit terasa dingin dan lembab terutama
pada ujung jari dan kaki,
b. Penderita menjadi gelisah.
c. Sianosis disekitar mulut.
d.
Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.
e. Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau
kurang).
f. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang).
Sebab
renjatan:
a. Karena perdarahan atau
b. Karena kebocoran plasma ke darah ekstra
vaskuler melalui kapiler yang rusak.
5. Trombositopeni
a. Jumlah trombosit di bawah 150.000/mm3
biasanya ditemukan diantara heri ketiga samapi ke tujuh sakit.
b. Pemeriksaan trombosit dilakukan minimal
dua kali. Pertama pada waktu pasien masuk dan apabila normal diulangi pada hari
kelima sakit. Bila perlu diulangi lagi pada hari ke 6-7 sakit.
6. Hemokonsentrasi
Meningkatnya
nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang peka terhadap akan terjadinya
renjatan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan berulang secara periodik.
7. Gejala Klinik lain
a. Gejala klinik lain yang dapat menyertai
penderita penyakit DBD ialah anoreaksi, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare
atau konstipasi dan kejang.
b. Pada beberapa kasus terjadinya kejang
disertai hiperpireksia dan penurunan kesadaran sehingga sering di diagnosa
sebagai ensefalitis.
c. Keluhan sakit perut yang hebat sering kali
timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan.
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit ialah:
1.
Meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah
2.
Menurunnya
volume plasma darah
3.
Terjadinya
hipotensi
4.
Trombositopeni
5.
Diatesis hemoragik
Penyelidikan autopsi 100
penderita penyakit DBD yang meninggal membuktikan terdapat kerusakan umum
sistem vaskuler akibat peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap
protein plasma dan efusi pada ruang serosa, di daerah peritoneal, pleural dan
perikardia.
Pada kasus berat
pengurangan volume dapat mencapai 30% atau lebih. Menghilangnya plasma melalui
endotelium ditandai oleh pengkatan nilai hematokrit mengakibatkan keadaan
hipovolemik dan menimbulkan renjatan. Renjatan yang ditanggulangi secara tidak
adekuat menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Kerusakan dinding
pembuluh darah bersifat sementara oleh karena itu dengan pemberian cairan yang
cukup, renjatan dapat diatasi dengan cepat dan efusi pleura setelah beberapa
hari akan menghilang.
Sebab lain kematian DBD
ialah perdarahan hebat pada saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah
renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi.
Patogenesa perdarahan pada
penyakit DBD telah diselidiki secara intensif yaitu disebabkan trombositopeni
hebat dan gangguan fungsi trombosit di samping difisiensi ringan atau sedang
dari faktor I, II, V, VII, IX dan X dan faktor kapiler. Penyelidikan mendalam
mengenai jumlah trombosit Fibrina Degration Produc (FDP), morfologi eritrosit
dan penyelidikan post mortem membuktikan bahwa DIC mempunyai peranan dalam
terjadinya perdarahan penyakit DBD, tetapi bukan penyebab utama.
Pada
otopsi ditemukan perdarahan di lambung, usus halus, subendokard, kulit,
subkapsular hepar, paru, dan jaringan lunak. Di samping itu didapatkan
peningkatan daya fatogenesis dan proliferasi sistem retikuloendotelial.
Kelainan hepar secara patologi anatomi sesuai dengan kelainan dari yellow
Feber.
Penyelidikan
terakhir membuktikan bahwa kompleks dan aktipasi sitem komplemen memegang
peranan penying dalam patogenesa penyakit DBD/DSS. Kompleks imun telah
ditemukan pada penderita antara hari ke-5 dan ke-7 sakit, saat terserang
renjatan terjadi. Produksi aktifitas komplemen yaitu C3a dan C5a yang mempunyai
sifat anafilatoksin dianggap sebagai penyebab kerusakan dinding kapiler yang
menimbulkan peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah.
2.1.5 Diagnosa Penyakit DBD
Diagnosa penyakit DBD
ditegakkan jika ditemukan:
1.
Demam
tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
2.
Tanda
perdarahan dan/atau
3.
Pembesaran
hati
4.
Thrombositopeni
(150.000/mm3 atau kurang)
5.
Hemokonsentrasi
yang dapat dilihat dari meningginya hematokrit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematokrit selama dalam perawatan.
Dengan patokan ini, 87% penderita yang tersangka
penyakit DBD ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan dengan pemeriksaan
serologi).
2.1.6 Diferential Diagnosa
- Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri atau virus, seperti demam thypoid, campak, influenza dan sebagainya. Pada hari ketiga sampai hari keempat demam, tanda-tanda penyakit DBD biasanya lebih jelas karena tanda perdarahan dan hepatomegali semakin nyata. Demikian pula trombositopeni, pada umumnya baru mulai ditemukan pada hari ketiga sakit.
- Penyakit DBD harus dibedakan dengan penyakit Demam chikungunya (DC). Pada Demam Chikungunya mirip dengan penyakit influenza. Bila dibandingkan dengan penyakit DBD, Demam Chikungunya memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:
·
Serangan
demam lebih mendadak
·
Masa
demam lebih pendek
·
Suhu
lebih tinggi
·
Ruam
maculopapuler, infeksi conjunctiva dan nyeri sendi lebih sering dijumpai
·
Persentase
uji tourniquet positif, petechiae dan epistaxis hampir sama dengan penyakit BDB
·
Tidak
ditemukan perdarahan gastrointestinal dan renjatan.
- Perdarahan seperti petechiae dan echymosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus.
·
Pada
sepsis anak dari semula kelihatan sakit berat, demam naik turun,
·
Dan
ditemukan tanda-tanda infeksi seperti bronchopneumania, hepatitis, neftritis,
dll. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai pergeseran ke kiri pada
hitung jenis.
·
Pada
meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meninggal dan kelainan
pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
- Pada idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) juga didapat perdarahan dibawah kulit yang kadang-kadang, disertai demam. Pada hari-hari pertama, diagnosa IPT sulit dibedakan dan hemokonsentrasi tidak pernah ditemukan.
- Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia stadium lanjut dan anemia aplastik stadium lanjut.
·
Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar-kelenjar limfa dapat teraba dan anak
sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
diagnosa leukemia.
·
Pada
anemia aplastik anak sangat anemik. Demam timbul karena infeksi sekunder. Pada
pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, eritrosit dan trombosit
berkurang).
2.1.7 Prognose Penyakit
Prognose
penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya
tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tergolong. Sebaliknya
pasien yang keadaan umumnya sangat buruk dengan pengobatan yang adekuat dapat
tergolong.
2.1.8 Pengobatan
Pengobatan
yang spesifik DBD belum ada. Dasar pengobatan penderita penyakit DBD
simptomatis adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran
plasma.
2.2. Pelaksanaan Surveilans DBD
2.2.1 Justifikasi
Penyakit DBD merupakan
vektor-born disease dan potensial terjadi KLB, program penanggulangan dilakukan
oleh unit program P2B bersama program terkait. Surveilans DBD terutama
ditujukan untuk deteksi KLB dan monitoring program penanggulangan.
Setiap letusan Kejadian Luar
Biasa (KLB) dilakukan penyelidikan
epidemiologi dan pemutusan penularan serta pengambilan dan pemeriksaan spesimen.
2.2.2 Definisi Kasus
Kriteria klinis DBD:
DBD ditandai dengan gejala
awal demam yang mendadak serta timbulnya tanda dan gejala klinis yang tidak
khas. Terdapat kecenderungan diatesis hemoragik dan resiko terjadi syok yang
dapat berakibat kematian. Hemostatis yang abnormal dan kebocoran plasma adalah
perubahan patofisologis yang paling mencolok, disertai trombositoplania dan
hemokonsentrasi merupakan temuan yang selalu ada.
1.
Kasus
Suspek
Demam Dengue: memiliki
dua atau lebih tanda-tanda berikut ini:
a.
Demam
medadak dengan sakit kepala bagian dahi (prontal)
b.
Nyeri
belakang mata
c.
Nyeri
otot dan sendi
d.
Timbul
rash/kemerahan
DHF
Kasus dengan demam tinggi mendadak
dalam jangka waktu 2-7 hari dengan satu atau lebih gejala berikut ini:
- Tes torniquet positif
- Perdarahan di bawah kulit( Petechiae, Encymoses, Purpura, perdarahan di sekitar tempat penyuntikan)
- Perdarahan pada mukosa (Hematemisis, Melena)
- Pembesaran hati
DSS
Kasus dengan gejala DHF
disertai tanda-tanda adanya shock (tekanan nadi ≤ 20 mm/hg, dingin, kulit
basah).
2.
Kasus
Tersangka (Probable)
Demam dengue adalah suspeck
kasus yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus pasti dan untuk:
DHF: kasus dengan hitung jenis thrombocyt ≤
100-000/mm3,
DSS: kasus dengan kenaikan hematocrit 25% atau
lebih.
3.
Kasus
Pasti (Konfirmasi Laboratorium)
adalah kasus dengan gejala di
bawah ini:
- Kenaikan titer 4 kali kadar antibodi IgH
- Ditemukan IgM (pada KLB)
- Dapat Isolasi virus dengue dari serum atau spesimen otopsi
4.
Klasifikasi
Daerah (desa) Rawan DBD
Desa Rawan I (endemis) yaitu
desa yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD.
Desa Rawan II (sporadis) yaitu dalam 3 tahun
terakhir ada kasus DBD.
Desa Rawan III (potensial) yaitu dalam 3 tahun
tidak ada kasus, tetapi berpenduduk padat, transpormasi rawan dan ditemukan
jentik ≥ 5%. Desa bebas yaitu desa yang tidak pernah ada kasus.
2.2.3 Sumber Data Surveilans DBD
1. Rumah Sakit
Laporan morbiditas dan mortalitas bulanan penderita
rawat inap dan rawat jalan laporan rumah sakit melalui Laporan RL2a dan RL2b
yang dirangkum pada data system surveilans terpadu penyakit (SSTP)
Kabupaten/Kota Provinsi.
2. Puskesmas
Laporan morbiditas puskesmas melalui laporan SP2TP atau
SP3 atau SIMPUS yang datanya dirangkum dalam data Sistem Surveilans Terpadu
Penyakit (SSTP) kabupaten/Kota atau Provinnsi, arau laporan puskesmas sentinel
bagi Kabupaten/Kota dan Surveilans Provinsi, serta laporan W1 (24 jam) bila ada
indikasi KLB. Laporan bulan
program dengan Form K. DBD di Puskesmas dan tingkat Kabupaten/Kota.
3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Belum semua Balai Laboratorium
Kesehatan pusat/daerah dapat melakukan pemeriksaan tetapi data hasil
pemeriksaan laboratorium perlu dimanfaatkan dalam analisa surveilans.
4.
Data
Kegiatan Program
Laporan pelaksanaan Fogging
dari Form K. DBD dan angka jentik berkala (ABJ) hasil kegiatan PJB yang
dilakukan surveilans kabupaten/kota.
2.2.4 Presentasi dan Analisa Data
1. Grafik : Kasus DBD menurut umur, waktu bulan/tahun dan klasifikasi
diagnose DBD.
2. Tabel : Kasus dan kematian DBD
menurut umur dan klasifikasi diagnose
untuk meningkatkan manajemen kasus.
Insiden rate per area geografis kasus.
3. Map : Insiden
Rate/100.000 populasi menurut area geografis.
Klasifikasi daerah rawan DBD.
2.2.5 Kegunaan Data Surveilans Untuk Manajemen
Kegunaan informasi epidemiologi
yang dihasilkan dapat digunakan sebagai berikut:
1.
Monitoring
Case FatalityRate untuk meningkatkan manajemen kasus di RS.
2.
Monitor
insiden rate untuk menilai dampak program.
3.
Dapat
mendeteksi KLB agar dapat melakukan segera tindakan penanggulangan.
4.
Informasi
insidens rate menurut umur, geografis untuk mengetahui daerah rawan DBD.
5.
Penyelidikan
epidemiologi KLB akan mengetahui epidemiologi dan mengetahui faktor penyebab
terjadi KLB agar tidak terulang kembali.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Penyakit Deman Berdarah Dengue
(DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
oleh pnyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD dapat menyerang semua umur/orang.
Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam
decade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita
penyakit DBD pada orang dewasa.
3.2 Saran
1.
Diharapkan
individu, kelompok dan masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang sehat hingga terbebas dari penyakit DBD.
2.
Diharapkan
agar mampu melindungi diri dari penularan penyakit DBD.
3.
Diharapkan
kepada masyarakat agar menyadari dan memahami sejak dini betapa besarnya dampak
dari penyakit DBD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar